Friday, January 23, 2009

Pesona Sang Nabi …......

“ kalau saja aku adalah Muhammad,” kata Iqbal, aku takkan turun kembali ke bumi setelah sampai di Sidratul Muntaha.”

Iqbal barangkali mewakili perasaan kita semua; pesona keteduhan di haribaan Allah, di puncak langit ketujuh, di sidratul muntaha, terlalu menggoda untuk ditinggalkan, apalagi untuk kehidupan penuh darah dan air mata dimuka bumi. Dua kehidupan yang tidak dapat diperbandingkan. Sebab perjalanan ke Sidratul Muntaha itu memang terjadi setalah sepuluh tahun masa kenabian yang penuh tekanan, disusul kematian orang-orang tercinta yang menjadi penyangga, Khadijah dan Abu Thalib. Perjalanan itu perlu untuk menghibur Sang Nabi dengan panorama kebesaran Allah Swt.

Tapi Sidratul Muntaha bukan penghentian. Maka Sang Nabi turun ke bumi juga akhirnya. Menembus kegelapan hati kemanusiaan dan menyalakan kembali dengan api cinta. Cintalah yang menggerakkan langkah kakinya turun ke bumi. Cinta yang mengilhami batinnya dengan kearifan saat ia berdoa setelah anak-anak Thaif yang melemparinya dengan batu sampai kakinya berdarah. “ Ya Allah, beri petunjuk pada umatku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” Seperti juga cinta menghaluskan jiwanya sebelas tahun kemudian, saat ia membebaskan penduduk Makkah yang ia taklukkan setelah pertarungan berdarah-darah selama dua puluh tahun : “ pergilah kalian semua, kalian sudah ku maafkan,” katanya ksatria.

Dengan kekuatan cintalah Sang Nabi menakhlukkan jiwa-jiwa manusia dan meretas jalan cepat kedalamnya. Maka wahyu mengalir bagai air membersihkan kerat-kerat hati yang kotor dan sakit, kemudian menyatukannya kembali dalam jalinan persaudaraan abadi, lalu menggerakkannya untukmenyalakan dunia dengan cinta mereka. Seketika kota Madinah menyala dengan cinta. Lalu Jazirah Arab. Lalu Persia . Lalu Romawi. Lalu dunia. Dan Rumi pun bersenandung riang :


Jalan para Nabi kita adalah jalan cinta

Kita adalah anak-anak cinta

Dan Cinta adalah Ibu Kita


Jalan cinta selalu melahirkan perubahan besar dengan cara yang sangat sederhana. Karena ia menjangkau pangkal hati secara langsung, darimana segala perubahan diri seseorang bermula. Bahkan ketika ia menggunakan kekerasan, cinta selalu mengubah efeknya, dan seketika berubah haru.

Begitulah sebuah pertanyaan sederhana mengantar Khalid menuju Islam. Sang Nabi bertanya kepada sudara laki-laki Khalid yang sudah lebih dulu masuk Islam “kemana Khalid ? sesungguhnya aku menyaksikan ada akal besar dalam dirinya.” Khalid yang pernah membantai pasukan panah Sang Nabi dalam perang Uhud seketika bergetar. padahal saat itu ia sedang merencanakan serangan kepada Sang Nabi menjelang perjanjian Hudaibiyah. Ia pun mencapai kepasrahannya.


[ disarikan dari serial cinta Anis Matta ]


2 comments:

Pengembara said...

berat sekali
tugas penyair itu

seorang penyair harus
tahu menyuluh,
jadi cahaya dalam gelap
jadi bintang dalam terang

penyair itu raja masyarakat
harus tidak keliru
dalam pegangannya sendiri
tidak ujub, tidak takabbur

syair itu
untaian kata-kata indah
agar penyair dapat bersatu
dengan kata-kata
ia harus sempurna dalam amal
jika tidak sekalipun
ia harus melangkah
mendekati Tuhan

Baby Vita said...

Baginda Rasulullah SAW adalah insan yang palin mulia dan dikasihi oleh Allah swt...
tapi Beliau tidak pernah meminta ataupun mengandaikan hal seperti yang diinginkan oleh Iqbal.Rasulullah juga manusia biasa,Iqbal juga manusia biasa.Namun derajat dan tingkat ketaqwaannya tidak akan bisa menyamai Rasulullah SAW