Thursday, November 13, 2014

Bila....

Bila saja aku mampu untuk merubah mimpi dan khayalan ku menjadi nyata adanya. Tapi itu mustahil. Atau sekiranya aku mampu menutup mataku semauku agar sanggup menikmati kebersamaan kita. Hanyalah dalam imajiku kau bisa abadi wahai biru. Hanya dalam mataku yang terpejam keabadianmu eksis wahai kelabu. 

Teruntuk reruntuhan hati yang membiru, ku jaga engkau dalam puing hatiku yang kian mengelabu dan tenggelam. 


Friday, November 07, 2014

Akhir Sebuah penantian

Akhirnya runtuh juga Gunung yang tinggi menjulang itu, entah karena kecapean atas keponggahannya selama ini akibat ketegaran yang sudah memasuki ambang kritis. Tapi inti dari semuanya adalah takdir. Takdir Tuhan jualah yang menyebabkan kekukuhan dan kekokohan Gunung itu ambruk. Mungkin ia sadar jikalau tak sanggup meneruskan segalanya lagi. Lebih baik berakhir disini daripada lanjut namun batin tak kuasa menahan. Entah apa pendapat"nya. Aku tak mau ambil pusing. Jika ini memang yang terbaik, maka terjadilah. Walau semuanya bukan mau aku, kuasa Tuhan berkehendak lain. 

Selamat jalan kenangan. Pergilah berlabuh jauh dipelataran hatiku yang terdalam. Kelak jika air pasang, engkau akan naik kepermukaan ingatanku untuk memberi warna kelam di keseharianku di masa datang. Atau kata siapa berwarna kelam? Bisa jadi engkau berwarna terang diantarkan kesuraman sekarangku? Satu yang pasti, kesempatan mencintai dan dicintai pada sebuah pertemuan adalah anugerah. Mengenalmu telah menjadi sebuah chapter yang tertulis dengan tinta emas di hidupku.

Pergilah kisah kita! Engkau telah bermetamorfosis menjadi huruf-huruf di beberapa penggalan kalimat disini dan di dalam hati! Aku tau engkau pun pahami itu. Namun tolong, berlalulah dengan cepat agar jika engkau meninggalkan sakit, sakitnya aku berlalu dengan cepat pula. 


Sunday, November 02, 2014

Waiting, I am waiting....

2 hari sudah, tak ada berita, tanpa pesan. Siapa yang kalah, siapa yang menang, sungguhkah hal itu penting? Jika hubungan hanya berdasarkan atas siapa yang kalah dan siapa yang menang, pertanyaan intinya adalah apa yang diperebutkan? Hati? Apakah hati ada pemenangnya? Apakah hati hanya sebuah piala bergilir? 

Jika kesempatan itu masih pun ada, akankah mungkin kita bersatu? Walau nyata adanya kita tau jika mustahil air tawar dan air garam bertemu? Haruskah berakhir? Jika memang, inikah saatnya? Kenapa pertanyaan tak berjawaban yang kian banyak ketimbang kepastian?

Bosan! Itukah jawabannya? Sudahlah! Kita bahas yang pasti-pasti saja! Seperti hidup misalnya! Apakah perkara hati bukan perkara hidup? Benarkan? Kenmanapun kata kubawa hanya berakhir pada sebuah pertanyaan baru yang tak berkesudahan karena tak menyisakan jawaban. 

Pada penantian (akhir?), ku tunggu kau dengan ribuan pertanyaan.

Saturday, November 01, 2014

Kesendirian

Seperti angin yang tak penah menetap pada satu "titik". Rasa ini tak "menetap" pada satu "suasana". Serasa ada episode yang terlewati. Dalam keheningan, ada nelangsa. Kesendirian itu indah.