Wednesday, November 26, 2008

Lima Sajak Cinta Pablo Neruda

I
Matilda, nama dari tanaman, atau batu, atau anggur,
dari yang dilahirkan bumi,
dan kekallah kata milik ia yang subuhnya beranjak,
ia yang musim panasnya meretaskan kemilau jeruk-jeruk sitrun. Di dalam nama itu perahu-perahu berlayar
dikepung kobaran biru lautan,
dan huruf-hurufnya adalah air sungai
yang mengaliri hatiku yang terbakar. nama yang telanjang di bawah rambatan daun anggur
bagai pintu terowongan tak dikenal
yang menuju keharuman dunia!serbu aku dengan mulutmu yang membara
tanyai aku, jika mau, dengan sepasang matamu yang malam,
tapi di dalam namamu, biarkan aku berlayar dan tidur.


II
Cintaku, betapa panjang jalan menuju sebuah ciuman,
betapa sunyi pengembaraan menujumu!
Bersama hujan kita ikuti kereta-kereta itu meluncur.
Tak ada fajar di Taltal, tak juga musim semi. Tetapi kau dan aku, cintaku, kita bersama,
dari pakaian hingga akar kita bersama,
bersama di musim gugur, di dalam air, di pangkal paha,
hingga kita benar-benar bersama, hanya kau, hanya aku. Memikirkan upaya sungai yang membawa
begitu banyak batu, delta perairan Boroa,
memikirkan kita yang terpisah oleh kereta dan bangsa kau dan aku hanya harus saling mencintai,
dengan seluruh kebingungan, para lelaki dan perempuan,
bumi yang menanam pohon-pohon anyelir dan merekahkan mereka.


III
Cinta yang sengit, bunga viola yang diliputi duri,
belukar dalam luapan gairah yang gigil,
tombak dari kesedihan, mahkotanya amarah,
demi apa dan bagaimana kau menaklukkan jiwaku? Mengapa kau diburu api kesedihanmu,
tiba-tiba, di antara daun-daun dingin di jalanku?
Siapa yang mengajarimu langkah-langkah menujuku?
Bunga apa, batu apa, asap apa yang menunjukkan rumahku? Yang pasti ialah yang menggetarkan malam yang ngeri,
fajar menyirami semua tubuh dengan anggurnya
dan matahari membuka kehadiran semestanya sementara cinta yang bengis mengepungku tanpa ampun
hingga melukaiku dengan pedang dan duri
ia bukakan dalam hatiku, jalan terdekat menujumu


IV
Kau akan mengenang celah gunung yang bertingkah
ke mana debaran wangi mendaki,
dari waktu ke waktu seekor burung bergaun
air dan kelambanan: pakaian musim dingin. Kau akan mengenang karunia-karunia alam:
keharuman yang beringas, lempungan emas,
rumput belukar, kegilaan akar,
menyihir duri jadi belati. Kau akan mengenang buket bunga yang kaubuat,
buket keteduhan dan air yang hening,
buket bagai batu berbuih. Dan saat-saat itu menjadi tak pernah dan selalu:
kita pergi kepada yang tak mengharapkan apa-apa
dan menemukan semua yang diharapkannya.


V
Malam tak menyentuhmu, tidak udara, tidak aurora,
hanya bumi, kebajikan gugusan itu,
buah-buah apel yang terbit mendengarkan air murni,
lumpur dan damar dari negerimu yang harum. Dari QuinchamalĂ­ di mana sepasang mata
hingga kakimu diciptakan di Frontera bagi diriku
kau adalah tanah pekat yang mengetahui:
di pangkal pahamu seluruh gandum kusentuh lagi. Barangkali kau tak tahu, putri Arauco,
bahwa sebelum mencintaimu diriku terabaikan ciumanmu
hatiku terus mengenang bibirmu dan aku menjadi pesakitan di jalan-jalan
sampai aku mengerti telah kutemukan
cinta, tanah ciuman dan merapiku.(Diterjemahkan dari bahasa Spanyol oleh Dina Oktaviani)

No comments: